Jumat, 23 Desember 2011

Sejarah Kota Semarang

Sejarah kota Semarang dimulai dari seorang putra mahkota kesultanan Demak bernama Pangeran Made Pandan. Pangeran ini diharapkan untuk menjadi penerus dari ayahandanya, yaitu Pangeran Adipati Sepuh atau Sultan Demak II. Sayangnya, beliau tidak ingin menggantikan kedudukan ayahnya. Beliau bermaksud menjadi seorang ulama besar. Pada saat ayahandanya wafat, kekuasaan diserahkan kepada Sultan Trenggana. Bersama putranya yang bernama Raden Pandan Arang, Pangeran Made Pandan kemudian meninggalkan kesultanan Demak menuju ke arah barat daya. Selama di perjalanan, beliau selalu memperdalam agama Islam dan mengajarkannya kepada orang lain.
Akhirnya, sampailah beliau ke suatu tempat yang terpencil dan sunyi. Beliau memutuskan untuk menetap di sana. Di situlah Made Pandan mendirikan pondok pesantren untuk mengajarkan agama Islam. Makin lama muridnya makin banyak yang datang dan menetap di sana.
Dengan seizin sultan Demak, Made Pandan membuka hutan baru dan mendirikan pemukiman serta membuat perkampungan. Karena di hutan tersebut banyak ditumbuhi pohon asam yang jaraknya berjauhan, maka disebutnya Semarang. Berasal dari kata asem dan arang.
Sebagai pendiri desa, beliau menjadi kepala daerah setempat dan diberi gelar Ki Ageng Pandan Arang I.
Sepeninggal beliau, pemerintahan dipegang oleh putra beliau yaitu Ki Ageng Pandan Arang II. Di bawah pemerintahan Pandan Arang II, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Semarang kemudian dijadikan kabupaten, dan Pandan Arang II diangkat menjadi bupati Semarang yang pertama. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 Rabiul Awwal 954 H, bertepatan dengan maulid Nabi Muhammad SAW atau tanggal 2 Mei 1547 M.
Masa kemakmuran yang dialami rakyat bersama bupati Pandan Arang II ternyata tidak berlangsung lama. Sebab Pandan Arang II melakukan banyak kekhilafan yang akhirnya membuat Sunan Kalijaga datang untuk memperingatkannya. Sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari jabatannya dan kemudian meninggalkan Semarang menuju arah selatan. Beliau menetap di Bukit Jabalkat sampai akhir hayat.
Bupati pengganti Pandan Arang II adalah Raden Ketib, Pangeran Kanoman atau Pandan Arang III yang merupakan adik dari Pandan Arang III. Beliau memerintah selama 33 tahun.
Adanya pusat penyiaran agama Islam menarik orang untuk datang dan bermukim di Semarang sehingga daerah ini semakin ramai. Semarang juga dikenal sebagai pelabuhan yang penting, sehingga pedagang-pedagang yang datang pun tidak hanya berasal dari sekitar Semarang namun juga dari Arab, Persia, Cina, Melayu dan juga Belanda (VOC). Bangsa asing tersebut juga membuat pemukiman mereka di Semarang.
Wilayah permukiman di Semarang terkotak-kotak menurut etnis. Dataran Muara Kali Semarang merupakan pemukiman orang-orang Belanda dan Melayu, di sekitar jalan R. Patah bermukim orang-orang Cina, sedangkan orang Jawa menempati sepanjang kali Semarang dan cabang-cabangnya.
Pada tahun 1678, karena terbelit hutang pada Belanda akhirnya Amangkurat II menggadaikan Semarang untuk Belanda. Sejak saat itulah, Semarang berada di bawah kekuasaan Belanda dan berubah fungsi dominannya menjadi daerah pertahanan militer dan perniagaan Belanda karena letak yang strategis.
Belanda menangkat Kyai Adipati Surohadimenggolo IV menjadi bupati Semarang. Belanda juga memindahkan kegiatan pertahanan militer Belanda dari Jepara ke Semarang, atas dasar perjanjian dengan Paku Buwono I. Sejak itu terjadi perubahan status, fungsi, fisik serta kehidupan sosial Semarang. Semarang menjadi pusat kegiatan politik VOC.
Di bawah kolonialisme Belanda, perkembangan Semarang cukup pesat. Belanda banyak sekali membangun fasilitas-fasilitas publik, membangun villa-villa, penduduk pribumi pun juga mengembangkan perkampungannya. Semarang telah menjadi pusat pemerintahan Belanda di Jawa Tengah.
Pada tahun 1864 dibangun rel kereta api pertama di Indonesia mulai dari Semarang menuju Solo, Kedungjati sampai Surabaya, serta Semarang menuju Magelang dan Yogyakarta. Dibangun pula dua stasiun kereta api di Semarang, yaitu stasiun Tawang dan stasiun Poncol yang hingga kini masih ada dan beroprasi dengan baik.
Tidak hanya itu, pelabuhan Semarang juga berkembang pesat dengan berlabuhnya pedagang dari berbagai negara. Pelabuhan ini kemudian dibangun dalam bentuk dan kapasitas yang lebih memadai dan mampu didarati oleh kapal-kapal besar. Di samping itu kaum pribumi pun ikut memajukan perekonomiannya dengan berdagang berbagi keperluan yang sangat dibutuhkan para pedagang tersebut.
Selanjutnya secara berturut-turut muncul pula perkembangan lainnya seperti pada tahun 1857 layanan telegram antara Batavia - Semarang - Ambarawa - Soerabaja mulai dibuka, tahun 1884 Semarang mulai melakukan hubungan telepon jarak jauh (Semarang-Jakarta&Semarang-Surabaya), dibukanya kantor pos pertama di Semarang pada tahun 1862.
Di tengah perkembangan yang amat pesat tersebut, agama Islam tetap berkembang. Kebudayaan Islam pun turut berkembang, antara lain dengan munculnya tradisi dugderan, yaitu tradisi untuk mengumumkan kepaada rakyat bahwa bulan ramadhan telah dimulai. Tradisi itu dimulai pada tahun 1891. Istilah dugderan diperoleh dari tatacara tradisi tersebut yaitu membunyikan suara beduk(dugdugdug) kemudian disertai dengan suara meriam (duerrrr!!!), kemudian jadilah istilah dugderan.
Tidak hanya kebudayaan Islam, agama lainpun juga mengalami perkembangan. Hal ini terlihat dengan munculnya berbagai tempat ibadah selain masjid seperti gereja dan kelenteng. Ini terjadi karena banyak sekali pendatang yang masuk semarang dengan membawa agama serta budaya mereka masing-masing.
Mulai tahun 1906 Semarang terlepas dari kabupaten dan memiliki batas kekuasaan pemerintahan kota praja. Pada tahun 1916, Ir.D.de longh diangkat menjadi walikota pertama di Semarang. Pembangunan terus ditingkatkan. Kota Semarang mulai dibenahi dengan sistem administrasi pembangunan.
Dengan semakin berkembangnya kota Semarang, mulai tumbuh rasa tidak suka dari kaum pribumi terhadap kolonial Belanda. Mulailah muncul kesadaran untuk melawan penjajah. Akibatnya, politik Belanda berubah dengan menekan pertumbuhan kota Semarang.
Kedatangan Jepang pada tahun 1942 membuat kota Semarang tersentak. Mereka datang serentak di berbagai kota Indonesia. Semarang pun diambil alih oleh Jepang. Pemerintahan Kota Semarang dipegang oleh seorang militer Jepang (Shico), dengan dibantu oleh dua wakil (Fucu Shico) dari Jepang dan Semarang.
Pendudukan Jepang ternyata lebih menyengsarakan rakyat. Semua yang dimiliki rakyat diarahkan untuk keperluan peperangan Jepang. Akhirnya dengan semangat tinggi pada tahun 1945 rakyat dan para pemuda bangkit untuk melawan penjajah. Tanggal 14-19 Oktober 1945 pecahlah pertempuran lima hari di Semarang. Pusat pertempuran terjadi di sekitar Tugu Muda. Pertempuran ini turut menewaskan Dr.Karyadi, yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum terbesar di Jawa Tengah. Akhirnya Jepang pun menyerah dan pergi dari Indonesia.
Pasca kemerdekaan, pada tahun 1950 kota Semarang menjadi kotapraja di propinsi Jawa Tengah. Walaupun masih harus menghadapi berbagai keprihatinan, Semarang terus mencoba untuk berbenah diri.
Tahun 1976 wilayah Semarang mengalami pemekaran sampi ke Mijen, Gunungpati, Tembalang, Genuk, dan Tugu. Dengan adanya perkembangan dan perluasan wilayah ini maka perintah mulai menata pusat-pusat industri, pendidikan, pemukiman dan pertahanan di tempat strategis.
Berikut ini adalah nama-nama bupati Semarang :
Pandan Arang II
Raden Ketib atau Pandan Arang III
Mas.R.Tumenggung Tambi
Mas Tumenggung Wongsorejo
Mas Tumenggung Prawiroprojo
Mas Tumenggung Alap-alap
Kyai Adipati Suromenggolo
Raden Maotoyudo
Surohadimenggolo
Surohadimenggolo IV
Adipati Surohadimenggolo V atao Kanjeng Terboyo
Raden Tumenggung Surohadiningrat
Putro Surohadimenggolo
Mas Ngabehi Reksonegoro
RTP Suryokusumo
RTP Reksodirejo
RMTA Purbaningrat
Raden Cokrodipuro
RM Soebiyono
RM Amin Suyitno
RM AA Sukarman Mertohadinegoro
R.Soediyono Tarun Kusumo
M.Soemardjito Priyohadisubroto
RM.Condronegoro
R.Oetoyo Koesoemo
Sedangkan nama –nama walikota Semarang adalah :
Mr. Moch.lchsan.
Mr. Koesoebiyono (1949 - 1 Juli 1951).
RM. Hadisoebeno Sosrowardoyo ( 1 Juli 1951 - 1 Januari 1958).
Mr. Abdulmadjid Djojoadiningrat ( 7Januari 1958 - 1 Januari 1960).
RM Soebagyono Tjondrokoesoemo ( 1 Januari 1961 - 26 April 1964).
Mr. Wuryanto ( 25 April 1964 - 1 September 1966).
Letkol. Soeparno ( 1 September 1966 - 6 Maret 1967).
Letkol. R.Warsito Soegiarto ( 6 Maret 1967 - 2 Januari 1973).
Kolonel Hadijanto ( 2Januari 1973 - 15 Januari 1980).
Kol. H. Imam Soeparto Tjakrajoeda SH ( 15 Januari 1980 - 19 Januari 1990).
Kolonel H.Soetrisno Suharto ( 19Januari 1990 - 19 Januari 2000).
H. Sukawi Sutarip SH. ( 19 Januari 2000 - sekarang ).

Before the year 1594, the city of Semarang was an infamous place on the island of Java. Although the city contributed to the prosperity of Hindia Mataram Kingdom from its seaports, the city is not well known. It was only then, during the reign of the Demak-Pajang Kingdom, Semarang had its very first city mayor, Kyai Pandan Arang (also known as Sultan Tembayat). He was one of the crown princes of Demak, who refused to be the successor of his father, because he wanted to become ulama (Islamic preacher). He decided to move to Semarang. As he gained many students and followers, the city was then intended to become the trade center and Islamic center of the kingdom.
Just over a decade later, when the Dutch occupied, Semarang was given to the Dutch East Indie Company (VOC), by the Susuhunan Surakarta Kingdom. In 1678, they turned the city into a military defense base; but the same time VOC trade center, due to its strategic location. Since then, the city developed so fast that it quickly became the center of VOC’s political activity. In 1705 it became the second largest city, after Batavia (now, called Jakarta). This demanded the provision of railway system (established in 1830) and post services (established in 1862) to support the pace of the activity.
During the World War II, the city was taken over by the Japanese, and development stopped. It was only after 5 years of the Indonesian independence, the city began to grow again. In 1950 transportation services are operational (bus terminals are built); and factories that had closed down began to operate again.
Highlights: When in town, do stop (or pass) by the Kota Lama area. Kota Lama means Old City, where you can find some remnants of those very old historical buildings that go way back to the Dutch colonial times.
Reading: There are a few other places on the web, if you’d like to read more about the history of semarang; and pictures taken in the olden days

Tidak ada komentar:

Posting Komentar